Monday, August 3, 2009

Link Berita Seputar Kita




Berita Seputar Dunia pekerjaan Kita.....
Silahkan Klik Link di bawah ini tuk membaca beritanya atau lihat daftar data saya (list berita berdasarkan input).






Banyak gedung-gedung tinggi di jakarta yang rawan kebakaran karena perawatan yg kurang, terutama kepedulian pengelola terhadap keamanan kebakaran.

Gedung-Gedung tinggi Rawan Kebakaran




Kebakaran yang Terjadi di Tebet Jakarta Selatan yang memakan korban 3 orang dan salah satunya bintang iklan. berita ini saya bagi tiga karena dari sumber yang berbeda.

Kebakaran di Tebet Jakarta Selatan.


Sumber berbeda satu berita.


sama ini juga (Terusannya).




Akhirna ada alat canggih tuk detek kebakaran hutan, mudah2an dengan alat ini kita dapat mengetahui titik api (hot spot) dengan cepat dan mudah di Indonesia.

Satelit LAPAN A-1




di sumatra selatan mengalami peningkatan Jumlah Hot Spot nih.......

Titik Api di Sumsel.




Wah,Waspada Pulau Sumatera Dikepung 664 Titik Api............

664 Titik Api.




Wah, alam Indonesia sudah kurang bersahabat nih. Walau itu akibat Perilaku kita jga..

kobaran api muncul dari tanah.



Nah,,,,,,,, Ternyata Gunung api bukan hanya ada di permukaan aja... silahkan deh baca dua entri di bawah ini :

Gunung api Bawah laut.


Gunung api raksasa bawah laut.




Ternyata masih ada Sumber Gempa yang Belum Terdeteksi Dalam Peta Zonasi !!!!!!

Gempa yang Belum Terdeteksi.




Gedung Roboh Tewaskan Lebih dari 20 Orang

Gedung Roboh.

Satelit LAPAN A-1

Satelit LAPAN A-1 Pantau Kebakaran Hutan di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Satelit penginderaan jauh telah terbukti andal dalam memantau gejala kekeringan atau dampak yang ditimbulkan. Untuk mengantisipasi gangguan cuaca pada musim kemarau, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional akan mengaktifkan mikrosatelit Lapan A-1 atau Lapan-TUBsat untuk memantau tutupan lahan dan titik api atau kebakaran lahan.

Ini disampaikan Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan Soewarto Hardhienata di sela-sela acara "Diseminasi Perkembangan Teknologi Roket dan Satelit di Indonesia: di Kantor Pusat Lapan, Jakarta, Rabu (29/7).

Satelit Lapan A-1 yang dirancang bangun peneliti Lapan dan TU Berlin beredar pada orbit pola melewati wilayah Indonesia tiga kali sehari, yaitu pagi, sore, dan malam. Hasil citra terbaik adalah pagi hari sekitar pukul 9.

"Satelit yang mengorbit sejak 10 Januari 2007 ini akan menghasilkan citra penginderaan jauh yang optimal pada musim kemarau ketika tidak banyak tutupan awan," ujar Soewarto.

"Selama beredar di Indonesia kamera satelit ini dapat diarahkan ke daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan. Daerah sentra industri padi, sumber air baku, seperti danau dan situ, juga akan menjadi obyek observasi," ujar Soewarto.

Sejak dua setengah tahun lalu Satelit Lapan A-1 dengan resolusi 5 meter telah digunakan mengambil gambar aktivitas Gunung Merapi dan Kelud serta tumpahan minyak di Selat Malaka.

Lapan A-2

Untuk meningkatkan cakupan observasi wilayah Indonesia secara mandiri, Lapan kini tengah menyelesaikan satelit Lapan A-2. Satelit generasi kedua ini akan beredar di orbit khatulistiwa dan memiliki jangkauan lebih lebar. Satelit baru ini juga telah dilengkapi dengan sistem global positioning system (GPS).

Peluncuran Satelit Lapan A-2 dan Lapan-Orari, lanjut Soewarto, akan ditumpangkan pada roket peluncur milik ISRO-India.

Menurut rencana peluncuran dua satelit tersebut akan dilaksanakan awal tahun 2011. Rencana semula adalah tahun depan. Menurut Soewarto, pihaknya akan menguji komponen voice repeater dan ADRS dengan meluncurkannya pada Roket Uji Muatan di Yogyakarta, Oktober mendatang.

Ditemui di Pusat Penginderaan Jauh Lapan, Pekayon, mantan Kepala Lapan Mahdi Kartasasmita menyatakan, teknologi penginderaan jauh dengan satelit akan terus dikembangkan, terutama dalam hal standardisasi kualitas dan operasional produk citra satelit.

"Saat ini, selain Lapan, telah ada beberapa instansi yang dapat memantau hot spot (titik panas)," lanjutnya. (YUN)

Titik Api di Sumsel Meningkat

Titik Api di Sumsel Meningkat

SENIN, 3 AGUSTUS 2009 | 01:48 WIB

PALEMBANG, KOMPAS - Jumlah titik api berdasarkan pantauan satelit Aqua/Terra Modis yang diolah oleh UPTD Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Sumsel, meningkat drastis pada 31 Juli. Namun, kualitas udara di Palembang masih tetap bersih, belum tampak asap yang mengganggu aktivitas warga.

Jumlah titik api pada tanggal tersebut tercatat mencapai 108 titik. Padahal, pada 30 Juli jumlah titik api hanya 29 titik. Jumlah titik api yang terpantau dalam sehari pada 31 Juli merupakan yang terbanyak selama 2009 .

Selama satu minggu sebelumnya mulai 23 Juli sampai dengan 30 Juli, jumlah titik api di Sumsel berfluktuasi karena hujan. Jumlah titik api pada hari-hari tertentu sempat mencapai nol karena diguyur hujan.

Sebelumnya, Sekretaris UPTD Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Sumsel Ahmad Taufik mengatakan, jumlah titik api akan mencapai puncak pada Agustus dan September. Hal tersebut berdasarkan pengalaman selama beberapa tahun mengamati titik api di Sumsel.

Menurut Taufik, pihaknya telah membuka posko kebakaran lahan yang aktif selama 24 jam dan meningkatkan patroli mobil pemadam kebakaran lahan.

Gedung Roboh

Gedung Roboh Tewaskan Lebih dari 20 Orang

MINGGU, 2 AGUSTUS 2009 | 02:29 WIB

KARACHI, KOMPAS.com — Sebuah gedung berlantai 5 ambruk di kota Karachi, Pakistan, sebelah selatan sehingga menewaskan sekitar 21 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Wali kota setempat, Mohammad Dilawar, yang mengawasi upaya penyelamatan, menjelaskan, gedung tersebut roboh pada Jumat (31/7) malam waktu setempat di wilayah padat penduduk Pasar Lea.

Seorang pejabat pemerintah setempat, Masood Alam, menerangkan, 21 jenazah telah ditarik dari reruntuhan dan jumlah korban meninggal dunia dikhawatirkan terus bertambah. Tim penyelamat menghadapi kesulitan untuk menerobos sejumlah jalan yang sempit di wilayah bencana.


Menurut Dilawar, kondisi gedung yang roboh dilaporkan semakin rapuh setelah diterpa hujan musiman yang lebat. Karachi, sebuah kota yang berpenduduk lebih dari 16 juta jiwa, dilengkapi dengan infrastruktur yang telah usang dan sistem drainase yang memprihatinkan.

Titik Api


Sumatera Dikepung 664 Titik Api

PEKANBARU, KOMPAS.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, Selasa (21/7), menyatakan sebanyak 664 titik api terpantau satelit NOAA 18 di 10 daerah di Pulau Sumatera.


Staf Analisis BMKG Pekanbaru, Ardhitama di Pekanbaru, mengatakan jumlah titik api terbanyak berada di Provinsi Riau yang mencapai 343 titik.


"Jumlah titik api di Sumatera menggila karena mencapai 664 titik api, dengan jumlah terbanyak berada di Riau yang meningkat pesat hingga 343 titik api," kata Ardhitama.


Menurut Ardhitama, jumlah titik api yang diduga kuat kebakaran lahan dan hutan di Riau meningkat pesat dari sebelumnya yang tercatat mencapai 80 titik pada Senin lalu.


Titik api di Riau tersebar di sembilan kabupaten dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Rokan Hilir yakni 106 titik. Selanjutnya Kabupaten Bengkalis terdapat 84 titik api, Indragiri Hulu (47), Pelalawan (39), Rokan Hulu (23), Indragiri Hilir (21), Kuantan Singingi (14), Kampar (13), dan Siak (enam).

Secara keseluruhan di Pulau Sumatera, titik api banyak terpantau di Provinsi Jambi yang mencapai 109 titik. Selain itu, terdapat juga di Bangka Belitung (98), Sumatera Selatan (64), Sumatera Utara (19), Sumatera Barat (11), Bengkulu (7), Lampung (7), Nanggroe Aceh Darussalam (5), dan Kabupaten Lingga (1).


BMKG memprakirakan, kondisi udara di Riau akan terus tercemar asap hingga tiga hari kedepan. Sebabnya, asap kiriman dari kebakaran di provinsi tetangga juga akan mencapai Riau akibat angin yang berhembus dari Selatan menuju Barat Daya dengan kecepatan 10 knot.


"Asap kemungkinan besar akan terus menyelimuti daerah di Riau, karena juga berasal dari asap kebakaran di Jambi dan Sumatera Selatan," ujarnya.


"Melihat hembusan arah angin, asap kebakaran di Riau seperti di Kabupaten Rokan Hilir dan Bengkalis juga berpotensi mencapai negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura," lanjutnya.


BMKG memprakirakan, potensi kebakaran lahan dan hutan di Riau masih cukup tinggi karena rendahnya intensitas hujan. Menurut dia, peluang hujan selama bulan Juli hanya bersifat hujan lokal yang hanya terjadi wilayah Riau bagian tengah.

Gunung Api Raksasa Bawah Laut


Ditemukan Gunung Api Raksasa Bawah Laut Sumatera

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim yang terdiri dari gabungan para pakar geologi Indonesia, AS, dan Perancis berhasil menemukan gunung api raksasa di bawah perairan barat Sumatera. Gunung api tersebut berdiameter 50 km dan tinggi 4.600 meter dan berada 330 km arah barat Kota Bengkulu.

Para ahli geologi ini berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, CGGVeritas dan IPG (Institut de Physique du Globe) Paris.

"Gunung api ini sangat besar dan tinggi. Di daratan Indonesia, tak ada gunung setinggi ini kecuali Gunung Jayawijaya di Papua," kata Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surachman kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/5).

Gunung api bawah laut berada di Palung Sunda di barat daya Sumatera, 330 km dari Bengkulu, di kedalaman 5,9 km dengan puncak berada di kedalaman 1.280 meter dari permukaan laut. Meskipun gunung ini diketahui memiliki kaldera yang menandainya sebagai gunung api, para pakar mengaku belum mengetahui tingkat keaktifan gunung api bawah laut ini.

"Bagaimanapun gunung api bawah laut sangat berbahaya jika meletus," katanya. Survei yang menggunakan kapal seismik Geowave Champion canggih milik CGGVeritas itu adalah yang pertama di dunia karena menggunakanstreamer terpanjang, 15 km, dari yang pernah dilakukan oleh kapal survei seismik.

Tujuan dari survei ini adalah untuk mengetahui struktur geologi dalam (penetrasi sampai 50 km) yang meliputi Palung Sunda, prisma akresi, tinggian busur luar (outer arc high), dan cekungan busur muka (fore arc basin) perairan Sumatera.

Sejak gempa dan tsunami akhir 2004 dan gempa-gempa besar susulan lainnya, terjadi banyak perubahan struktur di kawasan perairan Sumatera yang menarik minat banyak peneliti asing.

Tim ahli dari Indonesia, AS, dan Perancis kemudian bekerja sama memetakan struktur geologi dalam untuk memahami secara lebih baik sumber dan mekanisme gempa pemicu tsunami menggunakan citra seismik dalam (deep seismic image)

Gunung Api Bawah Laut


Indonesia Punya 5 Gunung Api Bawah Laut

BANDUNG, KOMPAS.com Gunung api di bawah laut hanya ada lima di Indonesia. Sementara ini aktivitas vulkaniknya tidak berbahaya.

Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono, hanya ada lima gunung api bawah laut di Indonesia. Di perairan Sulawesi Utara ada Gunung Sub Marine yang meletus tahun 1922 dan Banuawalu (1919). Selain itu, di perairan Banda ada Niuwewerker (1927) dan Emperor of China. Gunung api di bawah laut lainnya adalah Hobal (1999) di perairan Nusa Tenggara Timur.

"Aktivitas mereka sejauh ini tidak berbahaya. Bila sedang aktif biasanya hanya menimbulkan buih air berasap," katanya di Bandung, Sabtu (30/5).

Menanggapi klaim penemuan gunung api berukuran besar di bawah laut dekat perairan Mentawai, Surono mengatakan, kemungkinan itu bisa saja terjadi. Namun, ia menegaskan, gunung itu belum menjadi bagian dari 129 gunung api Indonesia.

Kobaran Api

Kobaran Api Muncul dari Dalam Tanah

BANDUNG, KOMPAS.com — Sebuah tim dari Dinas Pertambangan dan Energi tengah meneliti munculnya api dari dalam tanah di Kompleks Perumahan Damar Mas, Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jabar.

"Kami sengaja menghubungi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung untuk melakukan penelitian di lokasi yang hasilnya akan langsung kami umumkan kepada masyarkat," kata Camat Banjaran, H Imam Irianto, di loaksi kejadian, Jumat (19/6). Menurut Imam, dari hasil penelitian awal, api yang ditimbulkan dari semburan gas itu tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Kepala Sub Dinas Pertambangan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung Ir Kawaludin yang ikut meneliti di lokasi kejadian menegaskan, udara yang keluar tersebut merupakan gas metan (CH4). Gas tersebut, lanjut Kawaludin, merupakan hasil fermentasi atau pelapukan sampah organik yang prosesnya tertimbun tanah lempung, yang berada di lokasi perumahan itu.

"Saat tanah lempung tertembus mata bor, maka gas hasil pelapukan tersebut langsung ke luar," kata Kawaludin. Sifat dan ciri-ciri gas metan tidak berbau dan mudah terbakar, dan hembusan gas metan yang ke luar di sana hanya akan berlangsung beberapa hari saja, paling lama seminggu, katanya. Radius sebaran tumpukan sampah organik berada di kedalaman delapan meter, dan dapat dibuktikan dengan cara mengebor di sekitar lokasi kejadian.

Ia memaparkan, kejadian serupa pernah terjadi pula sebelumnya di Kabupaten Bandung, yakni di Kecamatan Rancaekek dan di Kecamatan Pameungpeuk, dengan modus yang sama yakni bermula dari pengeboran tanah untuk sumur. Dikatakan, sampah organik yang tertimbun bisa saja akibat pengurugan atau sampah organik purba karena pada zaman dulu Bandung merupakan danau raksasa yang kemudian airnya menyusut hingga seperti sekarang.

Warga kompleks Perumahan Damar Mas dan sekitarnya, hingga menjelang siang, masih terus berdatangan, ingin melihat langsung peristiwa yang jarang mereka saksikan itu. Gas keluar dari titik pengeboran sekitar pukul 13.00 WIB, Kamis, sesaat setelah mata bor, dalam pengeboran untuk membuat sumur jet pump, berhasil menembus kedalaman 26 meter.

Pengeboran di lokasi tersebut, menurut para pekerja, terbilang mengalami hambatan karena waktunya relatif lama untuk pekerjaan seperti itu. Pengerjaan pengeboran terhambat oleh adanya batu yang cukup keras untuk ditembus oleh mata bor, tak heran bila dalam waktu tiga hari, sejak Selasa (16/6) lalu, air baru bisa keluar.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan, polisi setempat memasang garis pengaman di sekitar lokasi.

Zona Sumber Gempa


Ditemukan Sumber Gempa yang Belum Terdeteksi Dalam Peta Zonasi

SELASA, 21 JULI 2009 | 20:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Dari hasil kajian Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung secara mendalam terhadap sumber-sumber gempa, baik subduksi (pertemuan lempeng), maupun shallow crusal (patahan dangkal) ditemukan patahan-patahan baru yang belum terdeteksi secara spesifik dalam peta zonasi gempa pada SNI-03-1726-2002.

"Ditemukan sumber-sumber gempa di zona Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara," ungkap Kepala Pusat Mitigasi Bencana ITB I Wayan Sengara saat diskusi di Kantor BPPT Jakarta, Selasa (21/7).

I Wayan menjelaskan, sumber-sumber gempa subduksi Sumatera yang ditemukan yaitu di daerah Andaman, Aceh-Siemelue, Nias, Kepulauan Batu, Mentawai, Bengkulu, dan Sunda. Adapun untuk sumber gempa shallow crusal di wilayah Jawa dan Nusa Tenggara, yaitu patahan Lembang, patahan Cimandiri, Baribis, Opak, Doang, Sepanjang, Kangean, Flores, serta patahan-patahan lainnya di sekitar zona Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara.

"Tiga patahan daerah Jawa, yaitu Cimandiri, Lembang, Opak, Baribis diperkirakan 10 persen kemungkinan terjadi gempa dalam waktu 50 tahun ke depan dengan kekuatan gempa relatif medium," ucapnya.

Pusat Mitigasi Bencana ITB juga memberikan rekomendasi jangka pendek untuk penyempurnaan peta zonasi gempa, yaitu menyelesaikan dan menyempurnakan keseluruhan hasil analisis dari berbagai sumber gempa untuk wilayah Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara serta melakukan analisis sejenis untuk wilayah Indonesia Timur yang meliputi blok Irian dan blok Sulawesi-Kalimantan.

"Untuk jangka menengah, melakukan penelitian terhadap patahan-patahan yang dicurigai aktif," ujarnya.

Adapun jangka panjang, tambah I Wayan, memasang lebih banyak GPS monitoring pada patahan-patahan aktif sepanjang pulau di Indonesia untuk mendapatkan informasi data kecepatan pergerakan lempeng dan patahan.

"Langkah lain, mempercepat pelaksanaan pemasangan jaringan strong-motion accelerometer untuk menangkap getaran gempa kuat dari berbagai sumber gempa," ungkapnya.

Semua rekomendasi tersebut, kata dia, untuk masukan dalam perbaikan peta zonasi gempa yang masih mengacu pada peta SNI tahun 2002 agar seluruh infrastruktur yang akan dibangun dipersiapkan tahan gempa. "Kita berharap akhir tahun ini peta baru selesai dan diharapkan dilakukan penyempurnaan peta gempa secara berkala setiap 5 tahun sekali," tambah I Wayan.

Rumah Bidai Peredam Gempa

JUMAT, 31 JULI 2009 | 19:13 WIB

BENGKULU, KOMPAS.com Kearifan lokal masyarakat adat Bengkulu dalam membangun rumah bidai yang terbuat dari bambu ternyata bisa menjadi hunian alternatif tahan gempa untuk mengurangi risiko bencana.

Studi tentang keunggulan desain rumah bidai telah dilakukan Yayasan Layak Bengkulu. Dari penelitian terhadap rumah-rumah yang roboh total akibat gempa 2007 dengan kekuatan 7,9 SR di Bengkulu terungkap bahwa sebagian besar adalah rumah permanen yang terbuat dari batu bata atau beton. Sementara rumah yang berbahan utama kayu dan bidai mampu bertahan dari goncangan dan goyangan gempa.

"Kami baru saja membuat studi untuk mengungkap kearifan lokal masyarakat Bengkulu yang ternyata memiliki desain bangunan rumah yang bahan bakunya sederhana dan yang paling utama tahan gempa," kata staf Yayasan Layak Hema Malini di Bengkulu, Jumat.

Kondisi geografi Bengkulu yang berada di pertemuan dua lempeng aktif yakni Indo-Australia dan Eurasia serta adanya patahan Sumatera (Sumateran fault) membuat daerah ini berada pada zona merah rawan bencana gempa. Mengutip penelitian Fakultas Teknologi Universitas Bengkulu, kata dia, sejak tahun 1973 hingga 2008 telah terjadi 1.200 kali gempa di Bengkulu.

"Menggunakan bahan baku kayu mungkin sangat mahal karena kayu sudah langka, tetapi dengan bidai lebih sederhana bahannya dan kami melihat banyak masyarakat yang kembali membangun rumah bidai, dengan bambu sebagai pengganti batu bata," jelasnya.

Berkembangnya pembangunan rumah bidai, kata Hema, saat ini dilakukan oleh mayarakat di beberapa desa di Kecamatan Air Napal Kabupaten Bengkulu Utara. Yayasan Layak, lanjut hema, akan berusaha mengampanyekan penggunaan rumah bidai untuk masyarakat lainnya di Provinsi Bengkulu yang seluruhnya berpotensi mengalami gempa bumi.

"Sepuluh kabupaten/kota berpotensi diguncang gempa berdasarkan zona merah rawan gempa yang dirilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika," jelasnya.

Dinding Jalan Layang Jebol



Minggu, 2 Agustus 2009 | 03:30 WIB
Jakarta, Kompas - Dinding penutup jalan layang (flyover) di samping Plaza Atrium Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (1/8) sekitar pukul 17.00, roboh sesaat setelah bus transjakarta melintas. Pecahan dinding selebar 40 meter dengan tinggi 4 meter itu mengenai tiga orang.
Menurut Camat Senen Hidayatullah, seperti ditulis Kompas.com, kejadian ini berlangsung sesaat setelah sebuah bus transjakarta melintas di perempatan Senen.
Menurut salah seorang saksi, Linda, warga Tanah Tinggi RT 10 RW 1, dinding yang pecah itu jatuh menimpa tiga orang dan menimbulkan suara seperti ledakan bom. Ketiga korban tersebut adalah Laode George (51), warga Tarakan 6, Pasar Pasinko, Bontang, Kalimantan Timur; Rita Rahmawati (20), warga Pulo Gebang Permai Blok B6/2 Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur; dan Masena (70), warga Tanah Tinggi, Senen. Salah satu korban, yakni nenek Masena, kepalanya bocor. Saat ini korban sudah dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto.
Beban berat
Menurut Wali Kota Jakarta Pusat Sylviana Murni yang dihubungi Sabtu malam, begitu pihaknya mendengar kejadian itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah evakuasi, baik puing tembok jembatan maupun tiga orang yang menjadi korban.
”Saya perintahkan aparat terkait di Pemkot Jakarta Pusat segera membersihkan semua puing-puing yang ada mengingat kawasan itu adalah kawasan padat lalu lintas. Kedua, segera melarikan korban ke UGD RSPAD Gatot Soebroto untuk mendapatkan pengobatan secepatnya,” kata Sylviana Murni.
Laporan dari kepala Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, ketiga korban sudah ditangani dengan baik. Mereka saat ini masih berada di UGD, kemungkinan malam ini juga sudah bisa dipulangkan. ”Kami tangani secepatnya dan pembersihan puing- puing sudah selesai sejak pukul 20.30. Sementara seluruh biaya pengobatan korban ditanggung oleh pemerintah kota,” ujar Sylviana Murni.
Untuk mengetahui penyebab pasti robohnya jembatan layang tersebut, pihaknya segera melakukan koordinasi dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Budi Widiantoro serta pejabat teknis lainnya.
Namun, kata Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan Jakarta Pusat Joko Susetyo, getaran akibat beban berat yang setiap saat mesti ditopang oleh jembatan layang yang dibangun tahun 2005 tersebut diduga menjadi penyebab robohnya dinding penutup jembatan layang.Sementara itu, lalu lintas sekitar perempatan Senen sudah lancar setelah semua puing tembok jembatan yang teronggok di jalur busway sudah dibersihkan. Aparat kepolisian dan instansi terkait juga sudah melakukan olah TKP. (ast)